Selasa, 13 November 2012

Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan


KATA PENGANTAR


Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul Aspek Sosial Budaya pada setiap Perkawinan yang berhubungan dengan Kesehatan.
Tidak lupa saya ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin…







Penulis




















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang

1.2              Tujuan Makalah


1.3              Rumusan Masalah

PEMBAHASAN

2.1       Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan 

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1         Kesimpulan

3.2         Saran

DAFTAR PUSTAKA











BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan semua manusia. Dalam era globalisasi dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem pada masa ini menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.

1.2 Tujuan Makalah
Mengetahui aspek sosial budaya pada setiap perkawinan

1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek sosial budaya pada setiap perkawinan?
















BAB 2
PEMBAHASAN


2.1 Aspek sosial budaya pada setiap perkawinan 
Aspek sosial budaya sangat berpengaruh pada pola kehidupan manusia. Dalam ere globalisasi berbagai perubahan yang ekstrempada masa ini menuntut semua manusia lebih memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak, yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Fakta-fakta kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi - konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab - akibat antara makanan kondisi sehat - sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan sering kali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan misalnya pasca dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu.
Salah satu contoh aspek sosial budaya perkawinan di provinsi Aceh Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral di dalam budaya masyarakat. Aceh sebab hal ini berhubungan dengan nilai - nilai keagamaan. Perkawinan pada masyarakat Aceh merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh (suami/istri), pertunangan dan hingga upacara peresmian perkawinan.
Suatu kebiasaan bagi masyarakat Aceh, sebelum pesta perkawinan dilangsungkan terlebih dahulu tiga hari tiga malam diadakan upacara meugaca atau boh gaca (berinai) bagi penganti laki - laki dan penganti perempuan di rumahnya masing - masing. Tampak kedua belah tangan dan kaki pengantin dihiasi dengan inai.
Pada puncak peresmian perkawinan, maka diadakan acara pernikahan. Setelah selesai acara nilah, linto baro di bimbing ke pelaminan persandingan, di mana dara baro telah terlebih dahulu duduk menunggu. Sementara itu dara baro bangkit dari pelaminan untuk menyembah suaminya.
Penyembahan suami ini disebut dengan seumah teuot linto. Setelah dara baro teuot linto, maka linto baro memberikan sejumlah uang kepada dara baro yang disebut dengan pengseumemah (uang sembah).
Selama acara persandingan ini, kedua mempelai dibimbing oleh seorang nek peungajo. Biasanya yang menjadi peungajo adalah seorang wanita tua. Kemudian kedua mempelai itu diberikan makan dalam sebuah pingan meututop (piring adat) yang indah dan besar bentuknya. Selanjutnya kedua mempelai tadi di peusunteng (disunting) oleh sanak keluarga kedua belah pihak yang kemudian diikuti oleh para jiran ( tetangga). Keluarga pihak linto baro menyuntingi (peusijuk/ menepung tawri) dara baro dan keluarga pihak dara baro menyuntingi pula linto baro. Tiap - tiap orang menyuntingi selain menepung tawari dan melekatkan pulut kuning di telinga temanten, juga member sejumlah uang yang disebut teumentuk. Acara peusuntengini lazimnya didahului oleh ibu linto baro, yang kemudian disusu oleh orang lain secara bergantian.
Apabila acara peusunteng sudah selesai, maka rombongan linto baro minta ijin untuk pulang ke rumahnya. Linto baro turut pula dibawa pulang. Ada kalanya pula linto baro tidak dibawa pulang, ia tidur di rumah dara baro, tetapi pada pagi - pagi benar linto baro sudah meninggalkan rumah dara baro. karena malu menurut adat, bila linto baro masih di rumah dara baro sampai siang.


































BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
1.      Berdasarkan pada aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan secara bertahap, yaitu fase: bulan madu, pengenalan kenyataan, kemudian mulai terjadi krisis perkawinan. Apabila pasangan sukses mengatasi problema keluarga dengan berapatasi dan membuat aturan dan kesepakatan dalam rumah tangga maka fase kebahagiaan sejati akan diperolehnya.

3.2 Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: setiap aspek sosial budaya yang melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk adalah postif.






















DAFTAR PUSTAKA


·           Buku Pendidikan Kewarganegaraan
§  Arnold, Matthew. 1869. Culture and Anarchy. New York: Macmillan. Third edition, 1882, available online. Retrieved: 2006-06-28.
§  Barzilai, Gad. 2003. Communities and Law: Politics and Cultures of Legahkjkjl Identities. University of Michigan Press.
§  Boritt, Gabor S. 1994. Lincoln and the Economics of the American Dream. University of Illinois Press. ISBN 978-0-252-06445-6.
§  Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-29164-4
§  Cohen, Anthony P. 1985. The Symbolic Construction of Community. Routledge: New York,
§  Dawkiins, R. 1982. The Extended Phenotype: The Long Reach of the Gene. Paperback ed., 1999. Oxford Paperbacks. ISBN 978-0-19-288051-2
§  Forsberg, A. Definitions of culture CCSF Cultural Geography course notes. Retrieved: 2006-06-29.
§  Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Cultures: Selected Essays. New York. ISBN 978-0-465-09719-7.
— 1957. "Ritual and Social Change: A Javanese Example", American Anthropologist, Vol. 59, No. 1.
§  Goodall, J. 1986. The Chimpanzees of Gombe: Patterns of Behavior. Cambridge, MA: Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 978-0-674-11649-8
§  Hoult, T. F., ed. 1969. Dictionary of Modern Sociology. Totowa, New Jersey, United States: Littlefield, Adams & Co.
§  Jary, D. and J. Jary. 1991. The HarperCollins Dictionary of Sociology. New York: HarperCollins. ISBN 0-06-271543-7
§  Keiser, R. Lincoln 1969. The Vice Lords: Warriors of the Streets. Holt, Rinehart, and Winston. ISBN 978-0-03-080361-1.
§  Kroeber, A. L. and C. Kluckhohn, 1952. Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. Cambridge, MA: Peabody Museum
§  Kim, Uichol (2001). "Culture, science and indigenous psychologies: An integrated analysis." In D. Matsumoto (Ed.), Handbook of culture and psychology. Oxford: Oxford University Press
§  Middleton, R. 1990. Studying Popular Music. Philadelphia: Open University Press. ISBN 978-0-335-15275-9.
§  Tylor, E.B. 1974. Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press. First published in 1871. ISBN 978-0-87968-091-6
§  O'Neil, D. 2006. Cultural Anthropology Tutorials, Behavioral Sciences Department, Palomar College, San Marco, California. Retrieved: 2006-07-10.
§  Reese, W.L. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion: Eastern and Western Thought. New Jersey U.S., Sussex, U.K: Humanities Press.
§  UNESCO. 2002. Universal Declaration on Cultural Diversity, issued on International Mother Language DayFebruary 212002. Retrieved: 2006-06-23.
§  White, L. 1949. The Science of Culture: A study of man and civilization. New York: Farrar, Straus and Giroux.
§  Wilson, Edward O. (1998). Consilience: The Unity of Knowledge. Vintage: New York. ISBN 978-0-679-76867-8.
§  Wolfram, Stephen. 2002 A New Kind of Science. Wolfram Media, Inc. ISBN 978-1-57955-008-0

Tidak ada komentar:

Posting Komentar